Foto :Menyoroti pemecatan Ketum PBNU, Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya usai terjerat skandal undangan narasumber yang terkait dengan jaringan zionisme. (Instagram.com/@yahyacholilstafuq)
JAKARTA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) secara resmi menghentikan Yahya Cholil Staquf atau akrab disapa Gus Yahya dari jabatan sebagai Ketua Umum (Ketum), terhitung sejak 26 November 2025.
Surat edaran resmi yang dikeluarkan PBNU itu menyatakan, sejak waktu itu Gus Yahya tidak lagi memiliki hak atas atribut, fasilitas, maupun wewenang mewakili organisasi.
“Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas, maka KH Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB,” demikian bunyi keputusan surat tersebut.
Dalam surat itu, disebutkan pula terkait kekosongan posisi Ketum usai pemecatan Gus Yahya, pimpinan PBNU akan diambil alih oleh Rais Aam PBNU.
Menyikapi hal itu, pihak pengurus PBNU pun berencana menggelar rapat pleno secepatnya untuk merumuskan pergantian struktur dan penunjukan pemimpin sementara atau definitif.
Lantas, apa sebenarnya alasan di balik pemecatan Gus Yahya dari kursi Ketum PBNU? Berikut ini ulasan selengkapnya.
Bermula dari Risalah Rapat Syuriyah
Menurut risalah Syuriyah PBNU, keputusan pemberhentian didasari beberapa pertimbangan.
Salah satunya, adalah kontroversi atas undangan narasumber yang disebut terkait jaringan Zionisme Internasional dalam program kaderisasi tertinggi PBNU, yang bernama ‘AKN NU’.
Undangan tersebut dianggap melanggar nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah serta bertentangan dengan dasar organisasi.
Risalah rapat menyebut, pelaksanaan AKN NU dengan narasumber seperti itu terjadi di tengah kecaman global terhadap kebijakan Israel.
Di sisi lain, tindakan tersebut juga dinilai telah memenuhi syarat pasal dalam regulasi internal PBNU untuk pemecatan tidak hormat terhadap fungsionaris yang mencemarkan nama baik organisasi.
“Rapat memandang bahwa diundangnya narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) sebagai narasumber kaderisasi tingkat tertinggi Nahdlatul Ulama,” tulis risalah rapat Syuriyah PBNU pada Kamis, 20 November 2025.
“Telah melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An Nahliyah, serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama,” tambahnya.
Selain aspek ideologi, laporan internal juga menyebut dugaan pelanggaran tata kelola keuangan yang berimplikasi negatif terhadap eksistensi badan hukum PBNU menurut aturan AD/ART dan peraturan internal.
Oleh karena itu, 37 dari 53 anggota pengurus harian Syuriyah sepakat meminta Gus Yahya diberhentikan dari kursi jabatan Ketum PBNU.
“Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,” tulis risahan Rapat Syuriyah PBNU tersebut.
Skandal Undangan Narasumber Zionis
Pemecatan Gus Yahya memunculkan sorotan tajam terhadap internal PBNU.
Menurut keputusan Rapat Harian Syuriyah pada Minggu, 23 November 2025, tindakan mengundang narasumber dengan afiliasi atau jaringan Zionisme dinilai merusak nama besar organisasi dan menabrak asas dasar PBNU.
Hal ini dinilai terjadi di tengah kecaman internasional terhadap Israel karena konflik dan tindakan militer.
“Kedua, pelaksanaan AKN NU dengan narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional di tengah praktik genosida dan kecaman dunia internasional terhadap Israel,” demikian tertulis dalam risalah Rapat Harian Syuriah PBNU, pada Minggu, 23 November 2025.
“Telah memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu dan Pelimpahan Fungsi Jabatan,” sambungnya.
Lebih lanjut, aspek keuangan ikut disorot. Rapat menyebut ada indikasi pelanggaran hukum dan regulasi internal soal pengelolaan dana organisasi, yang dapat membahayakan status badan hukum PBNU.
Dalam kondisi ini, pemecatan Gus Yahya dianggap sebagai langkah hukum dan organisasi untuk menjaga marwah, identitas, dan kredibilitas PBNU di tengah tantangan internal dan eksternal.
Gus Yahya Sempat Luruskan Poin Tuntutan
Merespons hasil Rapat Harian Syuriyah terkait undangan narasumber zionisme di AKN NU, Gus Yahya sempat menyatakan dirinya tidak diberikan kesempatan untuk meluruskan poin-poin yang disangkakan terhadapnya.
Dalam kesempatan berbeda, Gus Yahya menilai hasil rapat merupakan keputusan sepihak sehingga munculnya justifikasi terhadap dirinya.
“Harus dibuktikan bahwa tindakan-tindakan itu memang sungguh dilakukan oleh yang bersangkutan,” kata Gus Yahya dalam pernyataan resminya di Jakarta, pada Minggu, 23 November 2025.
“Maka suatu proses pembuktian yang benar dan objektif juga harus dilakukan. Itu berarti, yang bersangkutan harus diberi hak untuk memberikan klarifikasi secara terbuka,” sambungnya.
Gus Yahya juga mengatakan perlu rekonsiliasi antar pengurus PBNU untuk membahas putusan tersebut agar pengurus PBNU tetap solid.
Gus Ipul: Ini Dinamika Organisasi
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul juga pernah menyampaikan polemik seperti ini adalah hal yang biasa di organisasi.
Permasalahan juga sudah ditangani oleh jajaran Syuriyah sesuai mekanisme internal yang berlaku.
“Ini dinamika organisasi yang sedang berjalan,” ujar Gus Ipul kepada awak media di Jakarta, pada Senin, 24 November 2025.
“Saya minta semua pengurus dan warga NU tetap tenang, tidak terbawa arus berita yang menyesatkan, dan tidak memperbesar kesalahpahaman,” tandasnya.
Red


































